Industri pariwisata tetap menjadi sektor yang menarik perhatian. Berbagai tren dan perubahan di dalamnya memicu para pemangku kepentingan untuk merumuskan strategi dan tindakan nyata.
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, mengungkapkan bahwa terdapat tiga tren global yang signifikan yang berpotensi mengubah wajah pariwisata Indonesia, terutama menjelang tahun 2026. Ketiga tren tersebut mencakup pergeseran sumber wisatawan, demografi yang berubah, dan pola pemilihan destinasi yang baru.
Dalam konteks pergeseran sumber wisatawan, Widi menjelaskan bahwa sebelumnya pasar pariwisata didominasi oleh wisatawan dari Amerika Utara, Eropa Barat, dan Asia Timur, namun kini proporsi tersebut semakin bervariasi.
“Negara-negara dari Amerika Selatan, Asia Selatan, dan Timur Tengah diperkirakan akan masuk ke dalam 15 besar pasar outbound pada tahun 2040,” ucap Widi saat memberikan keynote speech dalam acara Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2026 di Jakarta pada Rabu (29/10).
Mengenai perubahan demografi, Menpar menekankan bahwa Generasi Z dan milenial kini menjadi pendorong utama pertumbuhan pariwisata global dengan minat berwisata yang sangat tinggi.
Untuk menjangkau kedua generasi ini, pendekatan konvensional tidak lagi efektif karena mereka lebih mengandalkan media sosial dan teknologi generatif AI dalam merencanakan perjalanan dan mencari inspirasi.
Dari segi motivasi berwisata, Generasi Z dan milenial semakin memprioritaskan pengalaman yang unik. “52 persen Gen Z rela mengeluarkan uang lebih untuk pengalaman berwisata jauh lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya, misalnya baby boomers,” tambahnya. Dengan demikian, pemahaman terhadap tren ini sangat penting bagi pengembangan sektor pariwisata di Indonesia.
Perjalanan Intraregional Makin Diminati
Sementara itu, perubahan dalam pemilihan destinasi wisata menunjukkan perkembangan yang signifikan. Menteri Pariwisata mengungkapkan bahwa lokasi-lokasi yang sebelumnya tidak dianggap sebagai top of mind atau hanya sekadar detour kini justru semakin menarik perhatian.
Hal ini terjadi karena wisatawan kini lebih memilih untuk mencari pengalaman baru di tempat-tempat yang unik. “Perjalanan intraregional juga akan semakin diminati. Di Asia Tenggara, diperkirakan akan meningkat dari 24 persen pada 2023 menjadi 30 persen pada 2030,” sebutnya.
Menurut Widi, temuan ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk merombak dan memperkaya produk wisata. Dengan menggabungkan destinasi yang sudah populer dengan destinasi niche di sekitarnya, Indonesia dapat menciptakan paket wisata yang lebih otentik.
Terlebih lagi, Indonesia memiliki kekayaan budaya dan alam yang beragam, serta destinasi yang saling berdekatan dapat menawarkan pesona yang berbeda, mulai dari keindahan alam, warisan budaya, hingga kuliner yang menggugah selera.
“Misalnya, wisatawan yang berkunjung ke Bali dapat menikmati pantai dan resort, lalu melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi untuk merasakan sisi lain dari Pulau Jawa,” ujar Widi.
“Keberadaan destinasi yang berdekatan ini juga memungkinkan kita untuk memaksimalkan potensi wisata intraregional dengan mendorong wisatawan untuk tinggal lebih lama dan menjelajahi lebih banyak tempat di Indonesia.”
Pacu Jalur Bukti Nyata
Perubahan dalam tren pariwisata, terutama yang dipicu oleh perilaku generasi milenial dan Gen Z, memberikan dampak signifikan terhadap berbagai atraksi wisata lokal. Salah satu contohnya adalah Pacu Jalur, yang berhasil menarik perhatian banyak orang.
Penyelenggaraan acara Pacu Jalur tahun ini tercatat sukses dengan jumlah pengunjung mencapai 1,6 juta di Kuantan Singingi, Riau, lokasi diadakannya acara tersebut. Selain itu, acara ini juga menghasilkan puluhan juta impresi di media sosial, berkat viralnya tren aura farming yang tengah populer.
Mengacu pada pengalaman tersebut, ia menekankan bahwa promosi pariwisata Indonesia yang memanfaatkan teknologi digital secara tepat dan berbasis pengalaman dapat menjangkau pasar global dengan lebih efisien.
“Karena menyesuaikan dengan cara generasi muda mencari informasi dan menekankan pengalaman yang otentik,” imbuhnya. Di sisi lain, ia juga menggarisbawahi pentingnya menyesuaikan penawaran wisata dengan minat yang relevan agar mampu menarik perhatian segmen wisatawan baru.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah mengembangkan wisata ramah muslim yang ditujukan untuk wisatawan dari Timur Tengah. Menurutnya, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif sebagai destinasi wisata ramah muslim di tingkat global.
Tren Pariwisata di Asia Pasifik
Dalam kesempatan yang sama, Vivin Harsanto, Direktur Eksekutif, Kepala Pertumbuhan & Kepala Konsultasi Strategis di JLL Indonesia, menekankan perkembangan tren pariwisata di kawasan Asia Pasifik. Hasil survei yang melibatkan 1000 responden dari kalangan Gen Z dan milenial menunjukkan bahwa mereka tertarik pada aktivitas yang berhubungan dengan alam, seperti kemping, trekking, dan menyelam.
Selain itu, terdapat juga ketertarikan yang meningkat terhadap wisata budaya dan warisan yang autentik. Daya tarik lain yang tak kalah penting adalah wellness dan spa, yang semakin diminati. Wisata belanja dan kuliner juga menjadi pilihan populer di kalangan wisatawan.
“Mungkin jika di Jakarta ada satu walking tour gastronomi Betawi yang dimulai dari Petak Sembilan hingga Monas, misalnya,” ujarnya. Namun, pengembangan sektor ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu yang utama adalah konektivitas. Wisatawan kini semakin mempertimbangkan biaya perjalanan dengan membandingkan pengalaman yang ditawarkan oleh berbagai destinasi.
“Itu sebenarnya menjadi comparison our tourism against Southeast Asia atau Asia Pasifik,” jelas Vivin. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah belum meratanya akses internet, terutama di daerah-daerah terpencil.
Ketergantungan pada uang tunai juga menjadi isu, khususnya saat berkunjung ke daerah yang belum terbiasa dengan sistem pembayaran digital seperti QRIS.
Studi tersebut juga mengungkap bahwa keterbatasan hiburan merupakan tantangan yang perlu diatasi. Selain itu, kualitas akomodasi juga harus ditingkatkan, baik dari segi fisik maupun kemampuan tenaga kerja di bidang hospitality.



