opik etos kerja sering kali menempatkan generasi muda sebagai pusat perhatian. Mereka sering digambarkan sebagai orang yang “malas”, “tidak cukup tangguh”, atau “terlalu dingin”. Namun apakah adil jika dikatakan bahwa mereka kehilangan motivasi, atau ada hal lain yang terjadi?
Untuk memahami pola pikir generasi muda saat ini, kita harus melakukan pendekatan yang lebih berempati, terutama di era perubahan yang begitu cepat.
Dunia Kerja yang Berubah Cepat
Evolusi tempat kerja menjadi alasan penting mengapa etos kerja generasi muda berbeda dengan generasi sebelumnya. Dalam lanskap digital saat ini, pekerjaan bukan sekadar hadir secara fisik di kantor dari jam 9 sampai jam 5, namun lebih tentang fleksibilitas dan pencapaian hasil.
Banyak anak muda yang tumbuh dengan gagasan bahwa teknologi akan membuat pekerjaan mereka lebih mudah. Namun fleksibilitas ini terkadang menimbulkan tekanan untuk tetap aktif tanpa batasan waktu yang jelas.
Hal ini menimbulkan jenis kelelahan baru yang berbeda dengan yang dialami generasi sebelumnya. Gagasan tentang burnout di kalangan generasi muda semakin diakui, karena tekanan untuk berprestasi, menghadapi persaingan global, dan menjaga kesehatan mental merupakan beban yang tidak terlihat.
Akibatnya, motivasi mereka dalam bekerja menurun, bukan karena kurangnya usaha, namun karena ekspektasi yang tidak realistis terhadap keterampilan mereka.
Apa yang Memotivasi Generasi Muda?
Individu muda tentu saja termotivasi, namun konsep kesuksesan mereka telah berubah. Generasi sebelumnya sering kali memfokuskan tujuan mereka pada stabilitas pekerjaan dan pendapatan tetap, sedangkan generasi muda saat ini memprioritaskan pekerjaan yang memiliki dampak pribadi dan sosial.
Mereka ingin berkontribusi pada sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri, dengan mengatasi isu-isu seperti perlindungan lingkungan, kesetaraan sosial, atau kemajuan teknologi.
Tantangan muncul ketika tempat kerja tidak menciptakan suasana yang mendukung terwujudnya nilai-nilai tersebut. Birokrasi yang kaku, budaya yang tidak inklusif, atau kurangnya pengakuan terhadap ide-ide inovatif dapat membuat individu merasa “terjebak” dalam rutinitasnya.
Akibatnya, motivasi mereka berangsur-angsur menurun sehingga membuat mereka mencari peluang baru, meski harus keluar dari zona nyaman.
antangan Budaya dan Pendidikan
Pendidikan dan budaya kerja sangat penting dalam membentuk etos kerja generasi muda. Di banyak tempat, termasuk Indonesia, sistem pendidikan cenderung lebih berkonsentrasi pada hasil akademis dibandingkan keterampilan praktis.
Fokus ini dapat menghambat kemampuan generasi muda untuk berkembang di dunia nyata, kemampuan beradaptasi, kreativitas, dan kerja sama tim sangat penting untuk mencapai kesuksesan.
Di sisi lain, pendekatan kerja yang hierarkis sering kali menekan kemampuan generasi muda dalam menyampaikan gagasan.
Ketika suara mereka tidak diakui, hal ini dapat menimbulkan perasaan frustrasi yang dapat mengurangi keinginan mereka untuk berkontribusi. Generasi ini membutuhkan lingkungan yang mendukung komunikasi terbuka dan pemberdayaan, bukan lingkungan yang membatasi suara mereka.
Membangun Motivasi Kembali
Langkah apa yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan kembali motivasi generasi muda? Jawabannya adalah dengan menumbuhkan suasana mereka merasa dihargai dan memiliki otonomi atas karier mereka.
Penting untuk menyeimbangkan pengaturan kerja yang fleksibel dengan dukungan terhadap keseimbangan kehidupan kerja yang sehat, termasuk akses terhadap layanan kesehatan mental dan peluang untuk pengembangan pribadi.
Penting bagi para pemimpin dan dunia usaha untuk menyadari bahwa generasi muda mencari lebih dari sekadar gaji; mereka mendambakan pengalaman.
Dengan memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi idenya, belajar dari kesalahannya, dan melihat langsung dampak karyanya, kita benar-benar bisa menyulut semangat mereka.
Selain itu, mentor yang bisa memberikan nasehat tanpa terlalu mengontrol akan berperan penting dalam mengembangkan etos kerja generasi muda.
Perspektif Baru tentang Etos Kerja
Generasi muda sering kali disalahpahami karena cara kerjanya berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka mempertahankan etos kerja yang solid namun mendefinisikannya kembali agar sesuai dengan nilai-nilai mereka.
Mereka menekankan kualitas hidup, pengaruh sosial, dan kebebasan untuk mengekspresikan diri selain memenuhi harapan tradisional.
Menyadari perspektif ini membantu kita membangun lingkungan kerja yang inklusif dan mudah beradaptasi. Daripada menilai generasi muda berdasarkan tingkat motivasi mereka, kita harus mengamati bagaimana mereka bermanuver di dunia yang terus berubah.
Kaum muda mewakili masa depan, dan dengan mendukung mereka, kami membuka jalan bagi inovasi dan pertumbuhan.
sumber :https://yoursay.suara.com/kolom/2024/12/12/123202/generasi-muda-dan-etos-kerja-mengapa-banyak-yang-kehilangan-motivasi