Kiprah de Groot dan Radio Jadi Alat Juang Kemerdekaan RI

redaksi

redaksi

Hallo sahabat blessings….

Kawasan Gunung Puntang, di Kabupaten Bandung memegang peranan penting bagi perkembangan komunikasi dan radio dunia. Hal itu terjadi 100 tahun lalu, saat masa kolonialisme Belanda di tanah air.
Di lokasi itu, berdiri pemancar radio bernama Malabar. Pendirinya ialah Dr. Ir. Cornelius Johannes de Groot, seorang pria berkebangsaan Belanda yang datang ke Tanah Air.

“Sayang, jejak sejarah dari bangunan radio tersebut sudah hancur sebagai bagian dari upaya strategi bumi hangus di masa perjuangan kemerdekaan di masa lalu,” ujar Tomi T. Prakoso, dosen Ilmu Komunikasi di STBA Yapari-ABA Bandung kepada detikJabar, Minggu (7/5/2023).

Diawali dari peresmian dan penggunaannya bermulai pada tanggal 5 Mei 1923. Ukurannya sangat besar, bahkan dapat dikatakan gigantik, karena pemancarnya berupa satu gedung besar yang terletak di Gunung Puntang.

“Sementara ketika kemampuannya berkembang dari telegrafi (morse) ke telefoni (komunikasi dengan suara), penerimanya kemudian didirikan secara khusus di Rancaekek,” ujar Tomi yang juga merupakan anggota Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari).

Ia melanjutkan antenanya berupa bentangan kabel sepanjang 2 kilometer yang dipasang di antara celah yang ada di antara gunung Haruman dan gunung Puntang. Dibutuhkan daya listrik ribuan kilowatt yang diperoleh dari sebuah pembangkit listrik.

“Jarak pancaran yang harus ditempuh dari lokasi itu ke Belanda kurang lebih 12 ribu kilometer,” tuturnya.

Ketika penjajahan Jepang dimulai, semua berpikir agar aset yang ditinggalkan oleh Belanda tidak dipakai oleh Jepang. Sebuah pemancar radio tentu memiliki nilai strategis bagi upaya penjajahan.

Apalagi ketika itu Jepang melakukan propaganda bahwa perang Asia Timur Raya dikobarkan Jepang sebagai upaya untuk membebaskan seluruh Asia dari penjajahan Barat.

“Termasuk propaganda yang dilakukan di Indonesia yang menyatakan bahwa Jepang adalah “saudara tua” Indonesia. Gerakan para pejuang kemerdekaan di Bandung selatan menghancurkan bangunan Radio Malabar dengan dinamit,” kata Tomi.

Kiprah de Groot di Pemancar Radio Malabar
Tomi mengatakan de Groot datang ke Indonesia pada akhir tahun 1916 dan dipromosikan sebagai kepala Radio Service, tepat setelah selesai melakukan studinya dengan judul De Invloed van Het Tropisch Klimaat op de Radioverbinding (The Influence of Tropical Climate on the Radio).

Ketika itu Pemerintah Belanda sudah menginstruksikan pendirian Radio Malabar, yang akhirnya pada tahun 1918 selesai berdiri. Segera ia ditempatkan di Radio Malabar dan melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika saatnya pengiriman telegrafi berhasil dilakukan, kabar itu sampai hingga Belanda yang mengapresiasi usahanya.

Hingga akhirnya Pemerintah Belanda membeli dua pemancar dengan merek Telefunken. Satu untuk ditempatkan di Radio Malabar, dan satu lagi adalah untuk stasiun radio di Kootwijk, Belanda. Namun, ketika itu di Radio Malabar sudah ada pemancar yang dibeli oleh uang pribadi de Groot yang menggunakan teknologi Spark dengan merek Arc Poulsen.

Untuk selengkapnya silahkan kunjungi artikel aslinya Disini ya….

BERITA TERBARU