Lagu Suwe Ora Jamu yang dimainkan secara orkestra mengalun sendu nan indah di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Selasa (4/6) sore. Adalah British Army Band Colchester yang memainkan lagu daerah Jawa ciptaan R.C. Hardjosubroto tersebut dengan aransemen Yogyakarta Royal Orchestra (YRO) dari Keraton Yogyakarta. Kolaborasi ini sebagai perayaan peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Inggris dan Indonesia.
British Army Band Colchester sendiri adalah grup orkestra Angkatan Darat Inggris yang telah tampil di berbagai agenda militer dan sipil di Inggris serta negara-negara lain, termasuk mengiringi momen pemakaman Ratu Elizabeth II dan penobatan Raja Charles III. Selain Suwe Ora Jamu, The Corchester melantunkan gendhing ciptaan Keraton Yogyakarta berjudul Gati Taruna yang juga diiringi permainan gamelan pengrawit KHP Kridhamardawa. Sebelum tampil satu panggung, YRO lebih dulu memainkan dua repertoar utama, yakni Gendhing Surceli serta medley Suara Suling dan Menthok-menthok. Lagu ini rencananya juga akan dimainkan pada Festival Orkestra Kuala Lumpur, Malaysia, pada 7 Juni.
Setelahnya, The Colchester membawakan beberapa lagu soundtrack utama Captain America, A Bridge Too Far, Lord of The Dance, juga Coldplay Classics, dan Living on a Prayer milik Bon Jovi. “Tahun ini menandai perayaan tujuh puluh lima tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Inggris. Lebih khusus lagi, kami berada di sini untuk merayakan hubungan spesial antara Inggris dan Yogyakarta,” kata Jermey dalam sambutannya.
“Dengan keunikan dan kesamaan latar belakang budaya dan pemerintahan kami, hari ini kami mempertemukan musisi dari dua kerajaan, British Army Band Colchester dan Yogyakarta Royal Orchestra,” lanjutnya. Menurut Jermey, ini bukan momen perdana kedua belah pihak merayakan hubungan kerajaan mereka. Kunjungan Ratu Elizabeth II pada 1974 dan Raja Charles III pada 1989 serta 2008 juga sudah terekam dalam sejarah hubungan Inggris dan Yogyakarta.
Adapun tema peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Inggris dan Indonesia berfokus pada empat pilar utama yaitu People, Planet, Prosperity and Peace. Dalam menjalin hubungan yang lebih erat antara Yogyakarta dan Inggris, lanjut Jermey, pihaknya berupaya mewujudkan perubahan positif di semua bidang tersebut dan berharap bisa mengembangkan kolaborasi itu di masa depan.
Sementara itu, Sultan HB X menyebut kemitraan Inggris-Indonesia telah membentang jauh melampaui arena politik dan ekonomi, hingga merambah ke dalam wilayah budaya yang luas dan mendalam. Salah satunya, digitalisasi manuskrip-manuskrip bersejarah dari Keraton Yogyakarta yang juga membuka asa bagi upaya mengembalikan koleksi naskah-naskah kuno itu dalam bentuk fisik ke Kraton Yogyakarta.
“Digitalisasi ini bukan sekadar pelestarian warisan; melainkan upaya monumental dalam memelihara dan merayakan kekayaan budaya yang tak terukur,” kata Sri Sultan HB X.
“Tentu untuk memastikan, bahwa kebijaksanaan dan keindahan yang terkandung dalam setiap lembaran manuskrip tersebut, senantiasa terjaga untuk pencerahan masa depan umat manusia,” sambungnya.
Di hadapan Jermey, Sultan dengan bangga menyampaikan bahwa DIY telah menerima Sertifikat Warisan Dunia UNESCO, “The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks,” dari UNESCO dalam sidang “World Heritage Center” (WHC) ke-45 di Riyadh, Saudi Arabia, pada tanggal 18 September 2023 silam. Baginya, pengakuan ini menjadi bukti nyata atas kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Yogyakarta, serta komitmen untuk melestarikannya. Keberhasilan ini, bukan cuma memperkuat identitas Yogyakarta di mata dunia, tapi juga memperdalam pemahaman dan apresiasi terhadap nilai-nilai budaya yang dimiliki.